Kamis, 16 Januari 2014

Menghindari Tersesat di Kota Mekkah




Disorientasi atau bingung arah biasa terjadi pada seseorang yang baru tiba di sebuah tempat baru, tak perlu kota atau tempat yang jauh dari tempat tinggal asal, bahkan di kota yang masih berdekatanpun sangat mungkin seseorang mengalami disorientasi arah.  Misalnya orang Indonesia beragama Islam saat pertama kali berkunjung ke Shanghai, Cina, dan ingin menentukan arah kiblat untuk shalat, lazimnya akan bingung menentukan ke arah mana kiblat shalat. Tanpa Kompas khusus penentu arah kiblat atau petunjuk arah kiblat yang biasa ditemukan di kamar hotel di Indonesia,  menentukan arah mata angin dari Shanghai ke Mekkah bukan perkara mudah, terlebih lagi di kota Shanghai tidak mudah menemukan masjid yang arah mihrabnya dapat dijadikan acuan arah kiblat saat melakukan shalat di kamar hotel.
Kota Mekkah pada musim Haji merupakan kota yang sangat padat dipenuhi jamaah haji, padahal aktivitas sekitar dua juta jamaah haji berpusat di Masjidil Haram dimana Ka’bah berada, tentu berikut tempat wajib lain yaitu Padang Arafah, Muzdalifah dan Mina. Bahkan wukuf di Padang Arafah merupakan rukun haji paling utama yang tak boleh ditinggalkan karena alasan sakit sekalipun.
Setiap dinihari menjelang Shalat Subuh lautan manusia berjalan kaki memenuhi jalan-jalan menuju Masjidil Haram. Sangat banyaknya orang di lokasi yang relatif sempit akan mengakibatkan seseorang yang baru pertama kali berkunjung ke Mekkah kehilangan orientasi arah. Untuk menuju Masjidil Haram tak menjadi masalah, walaupun tak tahu persis arah Masjidil Haram, cukup mengikuti arus para pejalan kaki yang semuanya menuju Masjidil Haram. Masalah baru timbul saat akan pulang ke pemondokan, bila tak hati-hati atau tak konsentrasi memperhatikan tanda-tanda tertentu, ada kemungkinan seorang jamaah haji akan bingung menentukan arah pulang ke pemondokan rombongannya.
Saya saat menunaikan ibadah haji tahun 1998 pernah mengalami kebingungan mencari pemondokan pada hari pertama tiba di Mekkah. Rombongan kami baru tiba di penginapan sekitar pukul 12 malam, setelah tidur sebentar, sekitar pukul 2 pagi saya dan beberapa teman keluar dari pemondokan yang letaknya sekitar 400 meter dari Masjidil Haram,  kami berjalan kaki mengikuti arus pejalan kaki ke Masjidil Haram.  Menjelang pukul 8 pagi saat akan kembali ke penginapan, kami bingung arah penginapan di sebelah mana, ditambah lagi saat itu kami tinggal di sebuah flat tanpa nama. Kami perlu waktu sekitar satu jam untuk menemukan penginapan kami, yang seharusnya sangat mudah ditemukan bila sebelumnya mau memperhatikan jalan dan gedung sebagai penanda di mana kami tinggal.
Untuk menghindari bingung arah yang dapat mengakibatkan jamaah haji tersesat, beberapa tips berikut mudah-mudahan membantu mengurangi kemungkinan tersesat di kota Mekkah :
  • Pada saat tiba pertama kali di kota Mekkah perhatikan tanda-tanda yang mudah dikenali, misalnya gedung atau toko di sekitar pemondokan

  • Bila rombongan tiba pertama kali di Mekkah pada malam hari, usahakan mengenali situasi di sekitar pemondokan, tentu sebaiknya dicatat alamat pemondokan tersebut

  • Usahakan pergi ke Masjidil Haram berombongan dan saat masuk ke dalam Masjidil Haram akan sangat membantu bila kita tahu masuk dari pintu mana. Setiap pintu Masjidil Haram punya nama tertentu.

  • Jangan lupa gelang dan nama pengenal dipakai (apa sekarang masih pakai name tag yang dikalungkan di leher?), untuk memudahkan petugas Kementerian Agama bila jamaah tersesat, bingung mencari pemondokannya.

  • Usahakan pada hari pertama atau hari kedua, pada siang hari melakukan orientasi pengenalan tempat di sekitar pemondokan dan di sekitar Masjidil Haram.

  • Seandainya bingung mencari arah pulang, usahakan mencari pos petugas Kementerian Agama di sekitar Masjidil Haram dan untuk masa sekarang HP akan sangat membantu jamaah untuk mengontak rombongannya. Saat ini telepon genggam sudah umum dipakai oleh jamaah haji Indonesia, tentu lebih memudahkan jamaah yang tersesat menghubungi rombongannya atau petugas di pos Kementerian Agama di sekitar Masjidil Haram.

  • Bila tetap sulit menemukan arah pulang, jangan terlalu bingung, jamaah haji Indonesia yang berjumlah 200-an ribu orang akan mudah ditemui di sekitar Masjidil Haram. Bisa bertanya pada mereka atau bila terpaksa misalnya malam hari lebih baik ikut mereka ke penginapannya daripada bertanya-tanya pada warga setempat yang umumnya hanya bicara bahasa Arab saja.

  • Tetapkan tempat-tempat yang mudah dikenali sebagai tempat menunggu bila tersesat. Tahun 1998 rombongan kami menetapkan pintu Babussalam di Masjidil Haram, lobby Hotel Hilton yang berdampingan dengan Masjidil Haram dan tiang lampu yang terletak antara Masjidil Haram dengan rumah kelahiran Rasulullah SAW sebagai tempat menunggu bila tersesat.
Saat saya dan beberapa teman kebingungan mencari arah pulang, kami kesulitan berkomunikasi dengan warga setempat karena masalah bahasa dan akhirnya diajak bergabung dengan rombongan haji Indonesia yang pemondokannya dekat dengan Masjidil Haram.
Sepintas masalah bingung arah seperti masalah sepele, tapi bila pernah mengalami nyasar tak tahu arah pulang ke pemondokan seperti dialami dua orang ibu-ibu tahun 1998, bukan main khawatirnya para suami mereka. Ketua rombongan sampai mengerahkan beberapa anggota rombongan laki-laki untuk mencari dua orang ibu tersebut.  Untung sebelumnya ketua rombongan berpesan kepada kami, bila tersesat atau terpisah dari rombongan dan tak tahu arah pulang, usahakan jangan jauh-jauh dari pintu Babussalam, salah satu pintu Masjidil Haram yang terkenal, yang letaknya searah dengan rumah kelahiran Nabi Muhammad SAW, tahun 1998 dipisahkan oleh sebuah lapangan terbuka.
Saat ini situasi sekitar Masjidil Haram sudah banyak berubah, masjid diperluas, Pasar Seng salah satu landmark yang sangat dikenal jamaah haji Indonesia sudah rata dengan tanah, dibongkar untk perluasan Masjidil Haram. Tentu landmark baru sebagai tanda agar tidak mengalami disorientasi harus disesuaikan dengan kondisi sekarang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar